Selasa, 29 April 2008

Ethos Kerja Minimalis

Ethos kerja atau kebiasaan kerja atau nilai-nilai dalam bekerja, merupakan istilah yang sering kita dengar dalam keseharian kita. Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti kebiasaan. Kata ini dalam istilah bahasa Yunani pun berkembang dengan adanya istilah “ethikos” yang berarti timbul dari kebiasaan. Dalam serapan bahasa Indonesia kata ini kemudian disebut dengan etika. Istilah ethos atau ethikos ini pertama kali diperkenalkan dalam bahasa Inggris oleh Myrmekolog berkebangsaan Amerika, William Morton Wheeler pada tahun 1902.

Dalam bekerja, kita senantiasa dituntut untuk memiliki ethos kerja yang tinggi, yaitu suatu sikap dalam bekerja yang menjunjung tinggi nilai etika dan dalam melaksanakan pekerjaan didasarkan pada asas profesionalisme. Selain itu kita juga diharapkan memiliki suatu nilai kepekaan yang tinggi terhadap kondisi yang ada disekitar kita dan senantiasa bersikap positif. Memang bukan hal yang mudah untuk melaksanakan dan sangat bersifat konsepsi yang begitu “ngawang-ngawang”. Namun itulah slogan yang senantiasa dihembuskan dalam dunia kerja kita.

Sebagian dari kita apabila ditanyakan mengenai hal ini pasti akan menjawab bahwa telah memiliki ethos kerja yang sangat baik. Namun persepsi sebagian pengguna jasa menunjukkan bahwa kondisi saat ini terdapat suatu degradasi yang tanpa disadari sedikit demi sedikit mengurangi makna dan hakekat dari ethos kerja yang begitu dijunjung tinggi. Sehingga membawa kita dalam suatu kondisi berethos kerja yang begitu minim dalam melaksanakan pekerjaan atau memberikan pelayanan. Keadaan ini dikenal dengan istilah ETHOS KERJA MINIMALIS.

Paulus Wirutomo, Guru Besar Sosiolog Universitas Indonesia, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ETHOS KERJA MINIMALIS adalah suatu ethos kerja yang dimiliki seorang pegawai yang merasa cukup jika telah melakukan apa yang menjadi tugas pokok. Mereka yang memiliki ethos kerja minimalis ini enggan melakukan hal-hal di luar tugas, apalagi jika itu membutuhkan banyak inisiatif dan pengorbanan.

Ethos kerja minimalis ini membawa beberapa dampak, antara lain pada tumbuhnya apatis terhadap nasib sesamanya, berkurangnya kepekaan atas kondisi lingkungan, berkurangnya rasa kebersamaan, dan merasa cukup untuk bekerja sesuai dengan pedoman tanpa pernah berupaya untuk memberikan upaya lebih atau bekerja lebih baik dari standar.

Terdapat beberapa penyebab terjadinya ethos kerja minimalis, mulai dari banyaknya masalah atau beban kerja yang harus diselesaikan setiap harinya, sehingga jika ada yang harus dibantu atau dilayani lebih, mengakibatkan ada banyak tugas lainnya atau orang lain yang harus dibantu hingga akhirnya daripada repot sendiri, lebih baik di-cuek-in aja.

Penyebab lain dari ethos kerja minimalis adalah berasal dari perlakuan yang diterima sebagian besar pegawai dari lingkungan atau tempat kerjanya. Wirutomo berpandangan bahwa ethos kerja minimalis merupakan sikap yang timbal balik. Jika pegawai diperlakukan minimalis oleh atasannya atau lingkungan kerjanya maka dia akan berlaku serupa terhadap orang lain.

Ethos kerja minimalis juga dapat disebabkan oleh begitu banyaknya peraturan atau ketentuan atau pedoman atau standar yang harus dipatuhi sehingga pegawai menjadi tidak lagi mengetahui referensi atau acuan yang mana lagi yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. ‘Bejibun-nya’ referensi atau acuan atau pedoman atau SOP membawa dampak pada pegawai yang merasa cukup bekerja dalam aturan yang ada, pada akhirnya membuat tanggung jawab kerja yang dibuatnya menjadi terbatas. Sehingga bagi sebagian pegawai lainnya akan merasa “untuk apa melakukan sesuatu yang bukan tanggung jawabnya”.

Keterbatasan tanggung jawab ini membuat pegawai akan beranggapan bahwa orang lain akan melakukan hal itu namun masalahnya orang lain juga berpikiran serupa sehingga akhirnya justru tidak ada orang yang melakukannya.

Sekarang kembali ke kita, apakah ethos kerja kita akan terdegradasi sehingga menjadi pegawai yang memiliki ethos kerja minimalis atau apakah kita telah berhasil menumbuhkan ethos kerja di diri kita dan di organisasi kita, sehingga ethos kerja yang baik akan terus berkembang menjadi bentukan ethos kerja yang ideal yang didambakan oleh kita bersama.

Tidak ada komentar: